Game Helldivers 2 sempat berada di ambang perubahan besar. Hampir saja diluncurkan sebagai game free-to-play ketimbang sebagai game berbayar seperti yang terjadi akhirnya. Keputusan ini mengandung implikasi penting, terutama bagi aspek desain, monetisasi, dan teknis di balik layar pengembangannya.
Baca juga Apriyani/Fadia Mundur dari Denmark Open 2025
Latar Belakang & Evolusi Proyek
Sejak pertama kali digagas, Game Helldivers 2 tidak langsung dirancang sebagai proyek besar berbiaya tinggi. Menurut CEO Arrowhead, Shams Jorjani, proyek tersebut “dimulai sebagai game AA” — sebuah istilah yang menggambarkan game dengan skala menengah, baik dari segi konten maupun anggaran.
Dalam perjalanan pengembangan, visi proyek sempat berubah-ubah:
- Dari ide awal yang lebih sederhana
- Diubah menjadi game peluncuran eksklusif PS5
- Kemudian berpindah ke model free-to-play
- Dan akhirnya kembali ke model premium berbayar
Perubahan arah ini — dari free-to-play ke model berbayar — menjadi bagian dari cerita menarik di balik Game Helldivers 2.
Jorjani menyebut bahwa kalau versi free-to-play tersebut jadi terlaksana, game itu akan sangat berbeda dalam “content pipeline” (cara konten disajikan, monetisasi, dan pembaruan berkala).
Keuntungan & Tantangan dari Model Free-to-Play
Potensi Keuntungan
- Menjangkau Basis Pemain Lebih Besar
Dengan tanpa biaya di muka, hambatan masuk bagi pemain baru menjadi rendah. Model free-to-play bisa menarik lebih banyak pemain aktif, terutama di masa awal. - Pendapatan Mikrotransaksi & Monetisasi Berkelanjutan
Pendapatan lebih banyak difokuskan pada item kosmetik, battle pass, konten berbayar opsional — bukan penjualan utama. Ini memungkinkan game tumbuh secara ekonomi dari siklus hidupnya. - Retention dan Engagement Lebih Lama
Karena pemain tidak langsung membayar, pengembang terpacu untuk mempertahankan pemain lewat konten berkala dan event agar mereka tetap aktif.
Namun, model free-to-play juga punya tantangan serius:
- Risiko penghasilan tidak stabil di awal jika pemain tidak cukup membeli item berbayar.
- Beban teknis dan infrastruktur lebih tinggi, karena harus melayani basis pemain yang besar sekaligus.
- Tekanan desain konten agar monetisasi tidak terasa memaksa atau merusak pengalaman inti.
Dampak Perubahan Keputusan (Free-to-Play → Premium)
Ketika tim pengembangan memutuskan mundur dari rencana free-to-play dan kembali ke model premium, beberapa konsekuensi muncul:
- Akar Teknis yang Rapuh
Karena sistem awal dibangun dengan asumsi pengembangan yang berbeda, perubahan model menghasilkan tech debt — beban teknis yang tertunda (kode dan struktur yang harus diperbaiki) yang kini menjadi akar banyak masalah performa. - Performansi & Optimalisasi Terpengaruh
Karena pondasi game berubah beberapa kali, tim menghadapi tantangan besar menjaga performa (frame rate, stabilitas) terutama di platform konsol dan PC. - Desain Monetisasi Terbatas
Saat game akhirnya diluncurkan sebagai produk premium, struktur monetisasi harus disesuaikan agar tidak menyimpang terlalu jauh dari ekspektasi pemain (misalnya, aspek kosmetik atau konten tambahan opsional).
Kenapa Model Free-to-Play Tidak Jadi?
Dari pengakuan Jorjani, terdapat beberapa faktor yang membuat Game Helldivers 2 akhirnya tidak dirilis sebagai free-to-play:
- Risiko Bisnis & Monetisasi
Meskipun free-to-play punya potensi basis pemain besar, risiko monetisasi tidak tercapai cukup tinggi bisa menyebabkan pendapatan tak mencukupi untuk mendukung pengembangan konten jangka panjang. - Kompleksitas Teknis & Infrastruktur
Mendukung pemain dalam jumlah besar secara online membutuhkan server lebih kuat, arsitektur jaringan lebih kompleks, serta sistem manajemen beban yang handal — semuanya berarti investasi tambahan besar. - Tekanan Arsitektur & Tech Debt
Karena game bergeser berbagai visi, arsitektur lama tidak memadai untuk model free-to-play skala besar. Jorjani menyebut bahwa pondasi semula “dibuat untuk rumah kecil” sementara game akhir menjadi “menara besar” — artinya banyak sistem bawaan tidak cukup scalable untuk beban besar yang diperlukan oleh free-to-play. - Visi & Kontrol Kreatif
Dengan model berbayar, pengembang memiliki kontrol lebih besar atas konten inti dan ekspektasi pemain terhadap pembayaran. Model free-to-play biasanya memerlukan kompromi desain lebih besar agar sesuai dengan mekanisme monetisasi.
Implikasi & Pelajaran dari Keputusan Ini
- Transparansi Komunitas
Pengungkapan oleh Jorjani bahwa Game Helldivers 2 Hampir Menjadi Free-to-Play menunjukkan pentingnya transparansi dalam pengembangan game. Pemain bisa mengapresiasi tantangan dan alasan di balik keputusan besar. - Pentingnya Konsistensi Visional
Berganti-ganti visi (free-to-play, premium, perubahan skala) berpotensi menimbulkan beban teknis dan desain yang sulit diseimbangkan. - Model Monetisasi Hybrid Justru Menarik
Game modern sering memakai model “premium + elemen live service” — membeli game di depan, tapi tetap ada konten berbayar atau season pass — sebagai kompromi antara eksklusivitas dan monetisasi jangka panjang. - Pengaruh ke Performa & Stabilitas
Tech debt dari perubahan model tetap membekas pada performa game saat ini, yang menjadi keluhan komunitas di berbagai platform.
Kesimpulan
Game Helldivers 2 Hampir Menjadi Free-to-Play adalah fakta menarik dalam sejarah pengembangan game ini. Keputusan kembali ke model premium membawa konsekuensi teknis dan desain yang nyata, terutama terkait tech debt dan performa. Meski demikian, kombinasi model bisnis dan kemasan premium memberi Arrowhead ruang kontrol lebih atas game mereka dan ekspektasi pemain.