Eksplorasi Game Ketika Game Menolak Jadi ‘Game’

eksplorasi game Dalam beberapa tahun terakhir, industri game mengalami pergeseran mendalam. Tidak semua game lagi-lagi tentang “menang”, “naik level”, atau “mengalahkan bos terakhir”. Ada gelombang baru dari para developer yang menciptakan game yang tampaknya… tidak ingin disebut “game”. Mereka meruntuhkan struktur klasik dan menyajikan sesuatu yang lebih eksperimental, reflektif, bahkan kontemplatif. Apa sebenarnya yang sedang…

Eksplorasi Game Ketika Game Menolak Jadi 'Game'

eksplorasi game Dalam beberapa tahun terakhir, industri game mengalami pergeseran mendalam. Tidak semua game lagi-lagi tentang “menang”, “naik level”, atau “mengalahkan bos terakhir”. Ada gelombang baru dari para developer yang menciptakan game yang tampaknya… tidak ingin disebut “game”. Mereka meruntuhkan struktur klasik dan menyajikan sesuatu yang lebih eksperimental, reflektif, bahkan kontemplatif. Apa sebenarnya yang sedang terjadi?

Game yang Bukan Game?

Coba bayangkan sebuah game tanpa tujuan jelas. Tidak ada skor, akhir. Tidak ada tantangan. Contohnya adalah “Everything”, sebuah pengalaman di mana pemain bisa menjadi apa saja—dari seekor rusa hingga sebutir atom, dan berkeliling dalam semesta yang terus berkembang. Atau “The Beginner’s Guide”, game naratif yang tidak memiliki tantangan nyata, tetapi justru mengajak pemain merenung tentang penciptaan, makna, dan hubungan antara pemain dan pembuat game.

Jenis game ini lebih mirip karya seni interaktif ketimbang produk hiburan biasa. Mereka menolak formula standar dan justru menggali kemungkinan baru tentang apa itu “bermain”.

Genre yang Tak Terdefinisi

Kemunculan eksplorasi game dengan pendekatan seperti ini menandakan munculnya genre baru—atau bahkan anti-genre. Sering disebut sebagai “anti-game”, “walking simulator”, atau “narrative exploration”, game-game ini mengutamakan suasana, cerita, dan pengalaman subjektif di atas gameplay tradisional.

Game seperti “Dear Esther”, “What Remains of Edith Finch”, dan “Journey” tidak terlalu menuntut keahlian, tapi justru fokus pada perasaan yang ditinggalkan setelah memainkannya. Mereka lebih seperti puisi digital ketimbang permainan kompetitif.

Gaya Baru: Eksploratif, Absurd, Eksistensial

Gaya visual dan narasi dalam game semacam ini pun sangat eksperimental. Beberapa mengusung visual surealis, seperti “Antichamber” dengan arsitektur yang melawan logika fisika, atau “Manifold Garden” yang bermain-main dengan gravitasi dan perspektif.

Narasi pun menjadi lebih bebas, sering kali tidak linier dan bisa ditafsirkan beragam. Ada game yang sepenuhnya diam (tanpa dialog atau teks), tapi mampu menyampaikan kisah mendalam lewat simbolisme dan atmosfer, seperti “Inside” atau “Limbo”.

Mengapa Ada Permintaan untuk Ini?

Di tengah pasar game yang dipenuhi aksi cepat dan kompetisi intens, banyak pemain yang mencari sesuatu yang lebih tenang, lebih reflektif. Game bukan lagi hanya soal keterampilan dan strategi, tapi juga tentang makna dan ekspresi personal. Game menjadi medium baru untuk bercerita, mengeksplorasi emosi, atau bahkan sebagai bentuk terapi.

Di era burnout dan kebisingan digital, pengalaman bermain yang menenangkan, membingungkan, atau bahkan hanya “ada” menjadi bentuk pelarian yang relevan.

Tantangan & Masa Depan Game Non-Konvensional

Tentu saja, pendekatan ini tak lepas dari kritik. Banyak yang mempertanyakan apakah game semacam ini layak disebut game. Kurangnya interaktivitas, gameplay yang “pasif”, atau durasi pendek sering jadi sasaran kritik.

Namun, seperti film eksperimental dalam dunia sinema, game-game ini punya tempat tersendiri. Mereka memperluas batas definisi “game”, mendorong perbincangan baru, dan membuka jalan bagi bentuk ekspresi yang lebih bebas.

Dengan semakin banyaknya platform distribusi digital dan komunitas yang mendukung, game-game non-konvensional ini tampaknya akan terus bertumbuh. Mungkin bukan untuk semua orang, tapi keberadaannya penting sebagai pengingat: bahwa bermain bisa berarti banyak hal.

Kesimpulan

Ketika game menolak menjadi “game” dalam pengertian tradisional, justru di situlah kita menemukan bentuk-bentuk paling jujur dari ekspresi kreatif. Mereka tidak hadir untuk membuat kita menang, tapi untuk membuat kita merasakan, berpikir, atau sekadar diam dan mengamati.

Dunia game sedang berubah. Dan perubahan ini membuka kemungkinan-kemungkinan yang mengejutkan—bahkan untuk genre yang katanya sudah mati.